Kamis, Januari 08, 2009

"hidup sekali hiduplah yang berarti dan bermanfaat". Kalimat itu sering kali melintas ditelinga kita. Apabila kita telah menjadi bagian dari kalimat itu, maka kita akan tahu arti kehidupan ini sebenarnya, kare na harga diri seseorang bergantung dari banyak sedikitnya manfaat dan perbuatan baik yang dilakukannya.
Dalam kehidupan sehari-hari niatka nlah semua yang dikerjakan hanya untuk lillahita'ala yaitu hanya untuk ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT serta senantiasa selalu mencapai ridha-Nya, karena nilai dari aktifitas yang dikerjakan tergantung dari niat awal sebelum m engerjakan aktifitas itu. lebih mulia menjadi seorang tukang sapu dijalanan dari pada menjadi seorang guru, pejabat, bahkan seorang pemimpin yang terpandang dimuka bumi ini dengan niat mencari sesuap nasi, mungkin bukan hanya sesuap nasi yang mereka cari, akan tetapi lebih dari pada itu. Mereka tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah mereka dapatkan dari rizki Allah SWT, melainkan mereka seakan-akan telah menjadi orang yang buta dan tuli, dan tanpa disadari dari tindakan mereka itu dengan ketidak puasan mereka telah menghancurkan bumi ini dengan perlahan-lahan, dengan menyelewengkan sesuatu yang sebenarnya bukan hak milik mereka sehingga banyak diluar sana orang-orang yang menjadi pengangguran, pengemis bertaburan dijalanan, hidup tidak karuan bahkan di antara mereka ada yang mengakhiri hidupnya karena kelaparan.
Maka dari pada itu, marilah kita sering berintropeksi diri, apakah kita termaksud dari bagian mereka yang selalu tidak puas dengan kehidupan dunia sehingga mengakibatkan banyak kerugian yang muncul didunia ini. Dengan adanya suatu intropeksi diri tersebut maka kita bisa mengukur seberapa besarkah iman kita kepada Allah SWT.

Rasulullah SWA pernah ditanya tentang makna iman. Beliau menjawab bahwa makna iman adalah ikhlas
Dalam kitab At-targhib banyak dinukilkan riwayat tentang ikhlas. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika Mu'adz ra. diutus keyaman sebagai hakim, ia meminta nasihat kepada Nabi SAW, maka Beliau SAW bersabda "dalam setiap amalmu, jagalah keikhlasan, karena keikhlasan akan menambah pahala kebaikanmu, walaupun amal itu sedikit". Ada juga hadist yang menerangkan bahwa Allah SWT hanya menerima hamba-hamba-Nya yang dilandasi keikhlasan. Dari riwayat dan hadist tersebut, akankah kita bertanya "apakah yang kita kerjakan selama ini sudah dilandasi dengan keikhlasan karena Allah SWT?"
Apabila seseorang mengerjakan suatu pekerjaan tanpa didasari keikhlasan, bukan untuk mencari ridha Allah SWT, bahkan berniat untuk memperlihatkan kepada orang lain agar memperoleh penghargaan dari mereka secara tidak langsung ia telah menyekutukan Allah SWT sehingga semua amalnya tidak akan diterima oleh Allah SWT akan tetapi amal tersebut hanya sampai kepada orang yang mereka harapkan pujian dan penghargaannya.